Senin, 13 Juli 2015

Ketika begitu merindukan "rumah orang tua".

"If you go anywhere, even paradise, you will miss your home."

Enam bulan yang lalu gw berkemas, memasukan hampir semua pakaian yang ada dilemari.
Tak pernah sesemangat itu.
Gw akan pergi ke Bali. Yeay! Sudah lama gw idam-idamkan perjalanan ini. Terlebih pergi bersama lelaki ini. Berdua. Dan SAH. :)

Lebih dari itu.....
Aku akan meninggalkan rumah.. Selamanya..
Senang? Sedih?
Setiap moment  dalam hidup gw selalu balance. 
Happy-Sad moment always happen in my life.

12 Januari 2015 gw "pamit" untuk melakukan perjalanan bulan madu bersama suami.
Dan..
"Pamit" untuk tidak lagi pulang kerumah...
Mungkin untuk beberapa hari.. Beberapa minggu.. Atau bahkan selamanya. 
Ah. Aku akan kembali Mah, Pah. Pasti.

"Mah, Pah, aku pamit ya.. Abis dari Bali, aku pulang... kerumah Mamas.."
Subuh itu ketika gw masuk ke kamar Mamah dan Papa.
"Iya, hati-hati ya.. Jangan lupa sholat.. Yang akur sama suaminya.."

Ada tangis yang tertahan. Ada sesak yang luar biasa didada. Tapi ada segaris senyum ketika gw melihat beliau juga tersenyum lega. Akhirnya anak sulung mereka sudah menikah dengan pilihannya sendiri. :)

Langkah yang berat kala itu. Sangat berat.
Lebih berat ketika dulu gw harus kembali kekosan padahal mamah lagi sakit.

Gw gak berani liat ke belakang ketika taksi yang akan mengantar kami ke bandara mulai bergerak.
Hanya ada Papah disana, karna gw tau, Mamah sama seperti gw, paling gak bisa nahan nangis.
Gw masih inget waktu Mamah dan Papah nitipin gw dirumahnya Om di Pasar rumput karna gw kuliah didaerah Kuningan.
Mamah dan gw nangis sesegukan waktu mereka pamit pulang. Padahal minggu depannya gw udah balik lagi kerumah. Hihihi.
Semandiri apapun gw keliatannya, gw tetap anak mama yang rumahan.
Gak pernah pergi lama-lama dari rumah, walaupun sering dititipin dimana-mana. (dirumah nenek, pakde, bukde, tante, om, dll maksudnya, hihi)

Mamah dan Papah gak pernah banyak ngomong apa lagi nuntut macem-macem dari gw.
Selama ini, gw selalu diperbolehkan memilih semua yang gw suka, asalkan bertanggung jawab.
Kecuali soal jodoh -_-, ah tapi itu sudah lewat hihihi.

Termasuk soal akan tinggal dimana gw nanti setelah menikah.
Ketika gw bilang akan tinggal bersama Mamas, Mamah dan Papah langsung meng-iya-kan, padahal gw tau mereka sudah menyiapkan segala hal jika gw dan Mamas memutuskan akan tinggal dirumah mereka.
Sampai ada kulkas didepan kamar gw segala. Takut kalo malem haus katanya. :)

Well, semuanya memang harus ada yang dikorbankan kan..
Hari pertama tinggal dirumah Mamas bukan hal yang mudah ternyata. Asing.
Berkali-kali gw meyakinkan diri gw bahwa ini adalah rumah gw, tetap saja gagal. Rumah ini berbeda dengan rumah yang sudah bertahun-tahun gw tempati.


Ada masanya si anak perempuan itu terbangun tengah malam, merasakan rindu amat hebat pada atmosfir bernama "rumah orang tua", mencoba mencari kenyamanan dengan memeluk kekasih yang tertidur nyenyak di sisi, mencari pengganti rumah lama; yang ternyata ada pada elusan tangannya di bahu ketika sang kekasih setengah tertidur; terbangun karena si anak perempuan itu gelisah.

Ada masanya si anak perempuan itu berjalan sendiri, lunglai, mencari dimana tangan yang mulai berkeriput yang biasa ia cium, tangan ibunya. Namun akhirnya ia sadar, tangan itu tak lagi dekat, maka ia mencari tangan kekar yang siap mengangkat tubuhnya ketika si anak perempuan itu terjatuh.. Tangan suaminya, dan kemudian ia kembali merasakan rumah disitu.
Ada masanya pula si anak perempuan secara tak sadar mengemudikan kendaraannya bukan ke rumah barunya, melainkan ke rumah tempat ia tumbuh dewasa lalu seketika tersadar bahwa tujuannya pulang bukan lagi rumah itu. Dan kemudian ia menangis di sepanjang perjalanan, lalu ia melihat suaminya sudah pulang, mengecup ringan keningnya dan si anak perempuan itu sadar, rumahnya yang baru juga tak kalah nyaman. fala

Setiap minggu Mamah selalu SMS:
"Gha, sehat? Mamas sehat? Pulang gak?"
Sebait kalimat tersebut selalu berhasil bikin gw menghela nafas dan akhirnya nangis.
Sejujurnya, gw sangat jarang telfon atau sms mamah dan papah duluan. Bukan berniat jadi anak durhaka yang lupa, tapi gw gak pernah bisa nahan nangis kalo ngobrol dengan mereka.
Entah kenapa.


Hmm..
Tenyata, begini menjadi seorang istri.
Bukan lagi jadi pengikut orang tua, tapi sepenuhnya harus mengikuti seorang lelaki yang berlabel "suami".
Ridhonya akan menjadi peringan langkah gw seterusnya.
  
Mah, Pah, aku akan terus pulang kerumah itu.. bersama suami dan anak-anak kami kelak. Aku sangat merindukan saat-saat kita berdekatan. Seperti ada yang hilang. Aku tak sanggup pergi sebenar-benarnya dari sana.
Puasa pertama aku tahun ini yang tidak lagi bersama Mamah dan Papah, tidak lagi menikmati masakan mamah, tidak lagi rebutan lauk dengan adik-adik, rasanya aneh, Mah, Pah.  
Kangen sekali. 
Terlebih ketika Mamah cerita kalo di buka puasa pertama, mamah bilang sm apapah kalo ada yang kurang, kurang satu, kurang aku..
Kita sama ya Mah, Pah, sama-sama rindu.
Jangan khawatir Mah, Pah, aku baik-baik saja.
Doakan aku selalu menjadi istri sholehah untuk Mamas dan Ibu yang baik untuk anak-anak aku kelak.
Sehat-sehat terus ya mah, pah.. *pelukjauh*.

Yap. Hidup itu adalah tentang perubahan,
hidup adalah tentang loncatan kebahagiaan menuju kebahagiaan lainnya.





Kamis, 25 Juni 2015

Happy-Sad Moment.



Sebelum memutuskan untuk menikah, datang ke acara pernikahan adalah sesuatu yang paling menyenangkan buat gw. Selain bisa merasakan eforianya, gw juga bisa skalian menghayal, gimana nantinya acara pernikahan gw dan dengan siapa gw akan duduk di kursi pelaminan.

Haha. Hayalan-hayalan babu yak :p

Dari sebegitu banyaknya pesta pernikahan yang pernah gw datengin, dua diantaranya gw datang dengan perasaan campur aduk. Seneng. Sedih. Terharu. Saking senengnya sampe-sampe ketika gw liat mereka jalan menuju pelaminan, air mata mengalir dengan deresnya. 

Serius, itu bukan karena gw datang ke acara nikahannya mantan. Hahahaii.

Kenapa bisa seperti itu?
Karna gw datang ke acara pernikahan orang-orang yang gw sebut sahabat. Yup, I call him the-very-best-bestfriend. Dia adalah bagian dari diri gw. Seseorang yang sedihnya adalah kesedihan gw dan senangnya adalah kesenangan dia sendri, eh gimana? ;)

Abang..
Sosoknya yang brother-able berhasil buat gw nyaman dan seperti memiliki seorang kakak laki-laki yang mestinya sangat gw idam-idamkan, secara gw sulung kan ya, hihi. 
Dan gak perlu kenal lama untuk dekat dengan abang ini, ketika sahabatnya membutuhkan telinga, dia bersedia menunda istirahatnya setelah seharian kerja, duduk di parkiran motor berjam-jam demi mendengarkan “adik-adiknya” cerita ini itu, termasuk gw. Dia rela meluangkan waktunya untuk dengerin gw cerita sepanjang hari lewat chat. Selalu dan selalu “masukan” positif yang dia kasih di tiap akhir percakapan kami.

“Sabar de, serahin sama Allah.. Abang tau “dia” gak begitu, "dia" sayang sama kamu.”
Kata-kata itu yang akhirnya menguatkan gw untuk terus berjuang ketika dilanda keraguan soal si calon suami.

Eniwei, sekarang bukan saatnya gw cerita soal gw dan calon suami (yang alhamdulillah sudah menjadi suami, hihi) yang memang kalo di ceritain bakalan kayak novelnya harry potter yang ber-seri-seri. Haahhh!

Saat ketemu Abang, dia memang sedang memperjuangkan cintanya untuk seseorang yang  rasa-rasanya susah sekali didapatkan. Kenapa? Kareennnaaaa.... Si wanita sedang menjalani hubungan dengan orang lain.
Yaaa begitulah cintaa.. Penderitaanya tiada akhir.
*halah patkai amatt*

Abang dan si wanita itu sebenarnya sudah sama-sama sayang, tapi karena satu dan lain hal, mereka gak bisa bersatu.
Suatu hari di mushola kantor Abang datang dengan wajahnya yang sendu.

"De, tolong hapus kontak BBM dia.."
Loh?
"Abang mau lupain dia"
Rasa-rasanya gw cuma bengong aja waktu itu.
"Serius bang?"
Dia mengangguk.
"Kasian dia, selalu dibilang manfaatin abang.. bla bla bla."
"Bang, insyaAllah, kalo Abang ikhlas, Allah akan ganti yang jauh lebih baik dari dia.."
"Abang cuma mau dia.."

*Hening*

Setelah lama ngobrol, akhirnya dengan segenap jiwa gw hapus bbmnya sebelum sholat magrib berjamaah dengan Abang dan satu "adik" lainnya.
Ditengah-tengah solat Abang nangis. Suaranya bergetar ketika meng-imam-i kami sholat.
Disitu rasanya hati gw ikutan sakit. Sakiiitttttt. Kenapa bisa sebegitunya? Entahlah.
Yang pasti, dulu, gw ngerasa Abang ini adalah bagian dari gw, keluarga gw.

"Ya Allah, ikhlaskan hatinya.. Dekatkan ia dengan jodohnya.." Ucap gw dalam hati.

Sampai beberapa hari wajah Abang sayu, gak ada senyum dan tawa yang biasanya terdengar dari lantai 3.

Segalam macem cara dilakuin supaya dia ceria lagi, tapi hasilnya nihil.
Abang gak pernah lagi berlama-lama dikantor untuk sekedar ngobrol dengan "adik-adiknya".
Chat-pun engga.
Pernah suatu hari Abang BBM gw karna liat status BBM gw sedih.
Bahas ini itu sampai akhirnya..
"Ternyata sakit banget ya gha, nahannya.. Walaupun gak BBMan ajah"
*Take a deep breath*
Waktu itu memang dalam keadaan gw dan si calon suami sedang tidak bersama. Satu kantor tapi gak sapa-sapaann dan chat. Nightmare bangeett broohh.. Fiuuhhh...

Sampai akhirnya di bulan Januari, si Wanita memantapkan pilihannya pada Abang dan meninggalkan si pacar.

ALHAMDULILLAH...
Senyumnya Abang udah kemana-mana deh waktu itu.
Senang banget rasanya..

Taaappiiiiii......
Setelah kebahagiaan itu..
Kondisi persahabatan kami goyang.
Seperti ada jarak yang luuuuuassssss sekali.
Abang gak lagi bisa berlama-lama dengan kami. Chat-pun enggga.
Waktunya abang cuma buat wanita itu. 
Yang ada dipikiran gw waktu itu adalah, mungkiinn.. si wanita cemburu, atau si wanita beranggapan bahwa kami gak suka dengannya, bahwa kami dulu menentang hubungan mereka. 
Jadi Abang gak dibolehin bareng kita lagi. (Maaf ya mbak, jadi negative thinkiing)
Padahal kenyataannya adalah, kami, terutama gw, mendukung apapun keputusan Abang asalkan Abang senang.
Liat Abang tiap hari galau, sedih, gak semangat, sampai nangis, bikin kita semua juga ikutan sakit, padahal hanya karna si Wanita sering ganti foto sama si pacar di BBM.

"Bang, buat apa dipertahanin kalo cuma buat abang sedih.."
"Bang, cewe banyak yang mau sama Abang"
"Bang dia cuma deketin abang kalo lagi berantem sama pacarnya"

Makanya kita sering keluarin statement seperti itu..
Tapi pada dasarnya, kita dukung semua langkahnya asalkan Abang bahagia. *Tsaahh*

Yang paling sedih adalah, ketika mereka berdua memutuskan untuk menikah.. kita bertiga sebagai "adik-adik"nya gak ada yang tau...
Ya Tuhaann...
Kita tau bener-bener last minute, dan pada saat Abang mau resign dari kantor. (Si wanita juga satu kantor).
Kaget? Iya laahh...
Gimana engga? Adem-adem aja, tiba-tiba bilang mau resign. 
Sedih? Iya.
Tapi..
Bahagia luar biasa, karena abang resign bukan karena mau lupain si wanita (niatnya dulu), tapi akan menikah dengan wanita tersayangnya.
^_^

28 Desember 2014
Ketika si pengantin akan memasuki arena pelaminan.
Gw siap menyambut Abang dan Wanitanya..
Tangan gw mulai bergetar hebat ketika Abang jalan bersama dengan wanitanya menggunakan pakaian adat minang.
Senyumnya sumringah.
Si Wanita bener-bener cantik dengan suntiang di kepalanya..
Abang lirik kearah gw sambil tersenyum..
Seakan-akan mau bilang sesuatu yang sangat menggembirakan.
Saat itu juga air mata gw jatuh dengan derasnya. 
Keluar dari kerumunan sambil hapus air mata, dan memperhatikan Abang dan Wanitanya dari kejauhan.
Bang... Allah Maha Baik ya... :)


Alhamdulillah..
Alhamdulillah..
Bang..
Kapanpun abang baca tulisan ini.
Jangan pernah salah faham ya bang..
Aku nulis ini hanya karena kangen..
Bukan untuk mengungkit atau menyalahkan wanitamu atas jarak antara kita sekarang dan entah sampai kapan.
Yang pasti, aku pribadi sangat bahagia atas hidup Abang sekarang.
Kesabaran, ketegaran, keikhlasan, kesungguhan Abang untuk hidup abang yang sekarang ini adalah acuan untuk aku..
You deserve it! :)
Bahagia terus ya bang sama wanitamu..
Aku, Gori, Ninung, selalu doain yang terbaik buat Abang dan keluarga..
Kami semua sayang Abang.. 








Selasa, 24 Maret 2015

Jadi, kapan nikah? Kapan hamil? Kapan nambah anak?

Salah satu perbedaan besar dalam perjalanan menjadi dewasa di era yang serba canggih ini adalah, para remaja bebas dan dengan mudah berinteraksi dengan orang yang lebih dewasa. Bisa melalui media sosial, maupun tatap muka secara langsung dan memang norma barat sudah terlanjur masuk sehingga remaja sekarang tak sungkan untuk "akrab" dengan orang-orang yang sebenarnya memiliki generasi yang berbeda dengan mereka. Suatu fakta yang bisa dikatakan baik, tapi bisa juga dijadikan pisau bermata dua tajam.

Tak hanya perubahan menjadi dewasa, masa kini adalah masa di mana semua manusia dengan mudah berinteraksi dan saling menyapa. Imbasnya adalah, manusia masa kini dan orang Indonesia pada umumnya cenderung menjadi suka berbasa basi dengan menanyakan hal yang sebetulnya bukan urusan mereka.

Mungkin paparan berikut adalah hasil observasi atau empiris saya sendiri, tapi jelas paparan berikut cukup mengganggu.

"Kapan nikah?"
"Eh kok belom hamil-hamil?"
"Kok ga nambah anak?"




Sebagai seorang yang hidup melalui pendidikan dasar sekolah, nampaknya semua orang mempelajari konsep bahwa "Mati, jodoh dan rezeki ada di tangan Tuhan..", Lalu, mengapa ketika dibawa ke ranah sosial seakan banyak sekali yang melupakan konsep tersebut?


Mungkin cerita di bawah ini sedikit membuka mata..

Sebut saja J,
dia teman saya dari jaman sekolah, tak banyak yang mengenalnya sebagai sosok yang cenderung tertutup mengenai masalah pribadi karena memang personalitynya yang sungguh ceria melebihi apapun. Sedikit pula yang tau bahwa perpisahan orang tuanya menyisakan trauma mendalam untuk arti kata pernikahan. Lalu, setelah tau semuanya, masih punya keinginan untuk tetap bertanya pada dirinya "Kapan nikah?"

Sebut saja T,
senior saya yang sedang melanjutkan sekolah spesialis. Selain sejawat, sedikit yang bisa mengerti alasannya untuk belum menikah di usia pacarannya yang sudah menyentuh 3 tahun lebih. Ketika semua orang mendoakan, dan mendesak, ia hanya bisa tersenyum bahwa yaa.. sekolah spesialis tahun-tahun pertama hampir tidak mungkin menikah. Lalu, setelah tau faktanya, apa basa basi itu masih jadi hal yang basa basi untuk dirinya?

Sebut saja Y,
usianya 7 tahun di atas saya, lajang. Saya mengenalnya sebagai sosok perempuan baik dan ramah. Ia pernah beberapa kali menjalin cinta dengan beberapa pria dan selalu berakhir miris. Lalu, masih ada yang tega bertanya pada dirinya mengapa ia belom menikah? Sayangnya.. masih.


yang kita tau, mereka belum menikah sehingga kita merasa berhak bertanya mengapa mereka belum menikah..
yang kita tidak tau, mereka sedang memperjuangkan sesuatu.
yang kita lupa, jodoh adalah misteri yang ditulis sendiri oleh Tuhan.

 Sebut saja D,
7 tahun menikah, belum dikaruniai anak. Sedikit yang tau bahwa si perempuan sudah beberapa tahun belakangan ini bekerja keras untuk mengumpulkan pundi rupiah agar mioma uteri dalam rahimnya bisa terangkat sempurna. ….. dan masih banyak yang tega bertanya kapan mau memiliki momongan.

Sebut saja H,
1,5 tahun menikah. Setiap bulan menangis karena test pack negatif, padahal dokter menyatakan kedua pasangan dalam keadaan sehat. Masih mau berbasa basi pada dirinya?


yang kita tau, mereka belum dikaruniai anak sehingga kita merasa berhak bertanya mengapa mereka belum memiliki momongan..
yang kita tidak tau, mereka sedang memperjuangkan sesuatu.
yang kita lupa, rezeki berupa anak adalah pemberian Tuhan, jika Tuhan belum berkehendak maka sekuat apapun manusia berusaha, jika memang belum waktunya, ya belum waktunya.

dan lain-lain..
dan lain-lain..

Apa yang bisa disimpulkan? Kita tidak tau kondisi yang sedang dialami lawan bicara kita… hingga kita sampai pada fase tersebut. Banyak orang berdalih bahwa pertanyaan-pertanyaan tersebut ya anggap saja doa.. Tapi banyak pula yang lupa bahwa doa yang paling tulus adalah mendoakan diam-diam.

Era sekarang memang banyak meruntuhkan dinding penyangga antar lawan bicara, berbeda jauh pada masa saya tumbuh dewasa dimana berbicara pada orang yang jauh lebih tua itu sangatlah sungkan dan hati-hati. Idealnya, kondisi ini baik, tetapi bila rasa empati tidak ada, hal ini menjadi sungguh annoying.

Satu hal pasti menjadi dewasa adalah, manusia akan cenderung menyimpan masalah sendiri, manusia akan cenderung menutup emosi mereka depan khalayak. Manusia akan cenderung menampakkan hal yang baik-baik saja. Itulah perubahan, apabila ketika bayi manusia bebas menangis depan umum, semakin tua hal tersebut menjadi tidak mungkin terjadi bukan? Semakin tua, manusia akan semakin menutupi apa yang cenderung membuatnya sedih dan menampakkan kondisi baik-baik saja. Seharusnya ini cukup menjadi bekal untuk berhenti bertanya mengenai takdir Tuhan.

Bukan hanya tentang kesedihan yang tertutupi, menjadi dewasa adalah tentang berbagi hanya dengan yang dirasa perlu. Walaupun itu hal baik. Mungkin tidak sedikit yang menolak untuk bercerita mengenai kabar bahagia lamaran mereka karena dirasa waktunya masih terlalu jauh dari hari pernikahan. Tidak sedikit pula yang menutupi kehamilan mereka karena takut pamali mengabarkan hal yang sebetulnya masih penuh risiko.

tapi semua terikat benang merah,
kita tidak tau apa-apa tentang orang lain.




Banyak cara berbasa-basi, banyak cara mendoakan selain bertanya hal-hal yang saya di atas






karena sungguh, kita tidak tau apa-apa mengenai apa yang ia sedang perjuangkan…

Salam basa basi tanpa harus jadi pertanyaan basi. :)


Copas from all mine..

La Tahzan, Jadilah Wanita yang Paling Bahagia



Sekali lagi air mata itu tumpah, bagai melegakan hati pemiliknya.

Kadangkala diuji dengan sehebat-hebat ujian.
Zahirnya lemah tapi batinnya gagah anugerah Tuhan.

La tahzan.

Optimislah dengan ujian. Itu hadiah Tuhan.
Bersyukurlah. Beruntunglah.
Dari jutaan, engkau pilihanNya.

Kita rasa kitalah yang besar ujiannya. Kita rasa kitalah paling berat bebanannya.
Come on. Ada orang lagi besar ujiannya. Lagi berat bebanannya.
Jangan merungut sayang. Jangan mengeluh walau sedetik.
Kita milik Dia. Dulu, Kini. Dan selamanya.
Maka Dia berhak menentukan yang sebaiknya buat kita.
Bukan hanya di dunia. Bahkan hingga ke daerah sana.

Jalan takdir Allah tak pernah salah.
Berbaik sangkalah dengan aturanNya.
Jika perlu untuk engkau menangis, maka menangislah.
Tapi sayang, jangan sedih lama-lama.
Nampak macam kita kurang redha dengan apa yang Allah aturkan.
Takdir Allah is something yang unexpected.
Miracle things may come soon. Soon.
Engkau harus percaya.
Ya, percaya.

La tahzan.
Syurga itu mahal sayang, bukan mudah kita nak dapat.
Even people always said, benda yang payah nak dapat itulah yang kita akan benar-benar hargai.
Dan kita pasti bahagia sangat bila dapat.
Itu pasti.
Senyum.

Tapi terkadang ada masa kita jatuh.
Tak mampu nak bangun.
Tapi, ingatlah. Walau apa pun, Allah akan tetap menemani.
Just beside you.
Selalu.
Allah akan ubat luka di hati kita.
Perlahan. Perlahan.
Inilah hadiah buat hambaNya yang bertabah!
Tears.

InsyaAllah, bila Allah redho, Allah akan mudahkan.
Tak mudah. Siapa kata mudah?
Tapi inilah kasih sayang Tuhan.
Berdamailah dengan takdirNya.
Dan sampai masa kita akan faham, ada perkara yang memang dah tertulis akan terjadi.
Dan tertulis di Luh Mahfuz.
Dan kita mesti berhenti daripada memaksa ia jadi macam yang kita nak.
Tetaplah sabar dan redha dengan aturanNya.

Bukalah surat cinta dariNya.
Pasti akan damai hatimu.

Maka hanya bersabar itulah yang terbaik (bagiku)” [Yusuf: 18]

La tahzan. Kesatlah air matamu.
Allah ada.
Allah tahu.

“Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah Mengetahui segala isi hati.” [Al-Maidah:7]

Dan ingatlah,

“Kebahagiaan kita tidak terletak pada harta, tidak pada penampilan diri, tidak juga pada gemerlap perhiasan dan keindahan dunia. Ukuran kebahagiaan terkait erat pada hati dan ruh manusia yang mendamba redha Tuhannya.” -Hasan Al-Banna-

La tahzan,
Jadilah wanita yang paling bahagia! :)

La Tahzan Innallaha Ma'ana

Selama ALLAH beserta kita
Apalah artinya bersedih hati
Apalah arti takut
Dan ..
Apalah artinya cemas

Tenangkanlah ..
Tegarkanlah ..
Tenteramkan ..
Dan ..
Teduhkanlah hati ..
Karena sesungguhnya ALLAH beserta kita

Kita tidak akan terkalahkan

Tidak akan mundur
Tidak akan sesat
Tidak akan  tersia-sia
Tidak akan putus asa
Dan ..
Tidak akan frustasi
Karena sesungguhnya ALLAH beserta kita

Pertolongan akan berpihak kepada kita
Kemudahan akan menyertai kita
Kemenangan akan selalu menemani kita
Kemuliaan adalah tujuan kita
Dan ..
Kebahagiaan adalah kesudahan kita
Karena sesungguhnya ALLAH senantiasa beserta kita

Tiada yang lebih kuat hatinya daripada kita
Tiada yang lebih agung prinsipnya daripada kita
Tiada yang lebih baik perjalanannya daripada kita
Dan ..
Tiada yang lebih tinggi kedudukannya daripada kita
Karena sesungguhnya ALLAH bersama kita

Bila mungkin ada luka coba TERSENYUMLAH
BERSABARLAH
Karena air mata tak abadi
Akan hilang dan berganti
Bila mungkin hidup dirasa hampa
Mungkinkah hati merindukan DIA
Karena hanya dengan-NYA hati tenang

La Tahzan Innallaha Ma'ana 

"Jangan bersedih, Sesungguhnya ALLAH bersama kita"



Rabu, 18 Maret 2015

Another Angels called Mamah and Papah.

Mamah dan Papahku terkasih..


Dulu..
Aku bukan siapa2..
Tangisku memekakan telinga.. kenakalanku menjengkelkan.. tak jarang aku merajuk tak menentu..
Tapi bagi mamah dan papahku... aku adalah nyanyian merdu..

Tak perlu aku secantik apa... tak dituntut aku semampu apa.. bahkan tak perlu aku meniru kesempurnaan beliau berdua...
mamah dan papahku selalu cinta..



Dulu...
Terseok-seok aku berjalan dengan menggenggam tangannya..
Apa pantas jika kini aku sudah tegak melangkah lalu kutepiskan tangan itu...
Bukankah bahkan menautkan tangan2 menua itu ke dahiku sepanjang waktupun tak akan membayar apapun atas tulus cintanya..?


Dulu...
Terbata-bata aku melafalkan kata demi kata.. mencoba selalu menirukan ajarannya... 

Namun seringkali beliau berdua yg justru merendah menirukan gaya bicaraku yang cadel semata-mata demi agar aku merasa tidak rendah diri..
Apa layak jika kini setelah aku mampu berdebat hebat lalu aku menghardiknya karna semata-mata beliau ketinggalan pengetahuan...? 

Bukankah beliau mungkin berhenti menuntut pengetahuan demi memberiku ruang lebih luas untuk lebih berwawasan...?



Mamah dan Papahku...
Dirumah ini aku terlatih dari bayi menjadi perempuan mandiri...
Dalam semua kelebihan dan kekurangan kita..
Dalam setiap tawa dan tangis kita...
Dalam seluruh haus dan lapar kita...
Dalam setiap helaan nafas kita...
Dirumah ini aku ingin jujur bertutur dari lubuk hati..


Kini...
Bukan untuk membandingkan rumah ini dengan tempatku yg baru kelak.. karena rumah ini adalah segalanya...
Jika kelak kumiliki rumahku sendiri bersama lelaki yang telah memintaku dari sisi
mamah dan papah.. ijinkan aku untuk selalu pulang sebagai aku yg dulu.. yg selalu ingin memeluk mamah dan papah..
Ijinkan aku membawa keluarga baru untuk ikut merasakan damainya rumah kita..
Karena sungguh aku tak akan mampu benar-benar meninggalkan
mamah dan papah...




Mamah dan Papah terkasih..
Dengan seluruh kekuranganku yang
mamah dan papah tak satupun tak ketahui...


Mohon ampunkan aku, Pah...


Mohon ampunkan aku, Mah...


Jangan lupakan kenakalanku dulu agar kelak
mamah dan papah bisa membungkusnya menjadi pelajaran berharga ketika aku adukan kenakalan anak-anakku nanti...


Jangan hapuskan kealpaanku selama ini agar kelak bisa kujadikan cermin jika sewaktu-waktu aku terlalu angkuh untuk memaafkan kealpaan suami dan anak-anakku nanti....


Sungguh aku ingin mengatakan tugas
mamah dan papah telah selesai memgantarkan aku. Tapi sejujurnya aku ingin pula mengatakan jangan berhenti sampai disini...


Terimakasih jika kusampaikan setiap bertekur mata dengan
mamah dan papah seumur hidupkupun tak pernah akan cukup kurasa...


Mamah...

Mamah...
Mamah...
Tak akan mampu seisi dunia kuletakkan di pangkuanmu sebesar arti air susu mamah yg menghidupkanku...


Papah...
Tak akan sanggup kuhitung lelahmu..
Tak akan bisa ku gantikan beban berat terpikul selama membesarkan aku...

Hanya satu bisik lirih dari bibirku...
Terima kasih seikhlas setulus hatiku telah menjadi orang tua terbaik bagiku...



With Love,

Your little girl



Selasa, 17 Maret 2015

Dear Mamah Mertuaku...

Dear Mamah Mertuaku..
Mamah,  anakmu telah bertambah satu. Bukan karena Mamah akan melahirkan untuk kesekian kalinya — tentu tak mungkin mengingat usia Mamah yang tak lagi muda — namun karena putra Mamah yang sudah dewasa telah mempersunting seorang wanita.
Aku bersyukur bahwa wanita itu adalah aku. Akulah yang akan menjadi anak Mamah yang baru.
Terima kasih, Mamah, karena sudah mempercayakan mamas kepadaku.
Terima kasih, karena sudah merawat dan membesarkan mamas dari kecil hingga dewasa. Kini giliranku yang akan mendampinginya. 
Terima kasih, Mah, telah merelakannya.
Mamah, terima kasih karena mau membuka hati dan menerimaku ke dalam lingkar keluarga. Tahukah Mamah betapa jantungku berdegup kegirangan ketika Mamah mau menyambutku dengan tangan terbuka? 

Ya, aku tak pernah mengira jika tanggapan Mamah kepadaku akan begitu hangatnya. Apalagi karena aku gadis yang biasa-biasa saja.

Aku ingat ketika kali pertama aku diajak berkunjung ke rumah Mamah. Aku gugup luar biasa, takut jika Mamah akan menolakku. Namun nyatanya ketakutan hanya ada dalam lingkar kepalaku saja. Saat kali pertama aku tiba, Mamah langsung menyambutku dengan tangan terbuka. Mamahlah yang membuka obrolan, memahamiku yang saat itu sedang dilanda kegugupan. 
Di kunjunganku yang berikutnya Mamah tak pernah alpa untuk duduk bersamaku dan membicarakan ini-itu. Bahkan, Mamah dengan repotnya bersedia membuatkan banyak rupa makanan untukku.
Sekali lagi terima kasih Mah, sudah mau menerima gadis biasa saja seperti aku masuk ke dalam lingkar keluargamu.
Harus kuakui, Mah, aku memang gadis yang biasa saja. Aku tak pandai memulas bedak dan mengoleskan gincu. Selera pakaianku juga tidak istimewa. Pakaian yang kukenakan selalu itu-itu saja, tak lepas dari kaos, celana jeans, dan sepatu lusuh. Bahkan, aku juga tidak terlalu mengikuti gaya berpakaian gadis jaman sekarang.

Untuk urusan dapur, aku juga tak begitu lihai. Masakan andalanku hanyalah nasi goreng yang dibalut dengan telur mata sapi. Walaupun terkadang aku mencoba membuat tumis kangkung yang hasilnya jauh dari sempurna karena selalu kelebihan garam. Maafkan aku karena belum bisa menyiapkan santapan lezat sarat gizi yang biasa kau sediakan untuk Mamas.

Jika dibandingkan dengan gadis lainnya, aku memang kalah menawan. Namun, Mamah tidak usah meragukan kadar cintaku kepada Mamas. Ya, aku mencintainya dari lipatan hatiku yang paling dalam. Aku berjanji pada Mamah bahwa dengan segala kekurangan yang aku miliki aku akan membahagiakan putra kesayanganmu.

Mamah, di balik kekurangan yang aku miliki, aku selalu ingin belajar. Ya, aku ingin menjadi istri yang istimewa bagi suamiku. Aku mulai belajar mengenal ragam rempah-rempah dan membiasakan meracik bumbu di dapur. Bersediakah Mamah membagikan resep makanan kegemaran putramu? 
Aku ingin suamiku nanti bisa makan dengan lahap ketika menyantap kudapan buatanku.
Aku juga ingin Mamah tahu bahwa ada banyak hal dari Mamah yang ingin aku tiru. 
Ya, aku ingin tangguh dan serba bisa seperti mamah..

Mah, kami telah saling mengucap janji sehidup semati di depan ratusan pasang mata. Kami akan saling menautkan jemari hingga usia kami menua. Aku akan menjadi teman hidupnya yang akan selalu menemani dan sedia di sampingnya. Menemaninya melewati masa-masa suka maupun masa terendah dalam kehidupan. 
Ya, aku berjanji akan selalu ada di sisinya dalam kesenangan maupun saat duka datang bertandang.
Mamah tidak usah khawatir, Mamas tidak akan kemana-mana, ia masih akan menjadi putra kesayangan Mamah.
Mamah, tidak usah cemas jika aku akan menggantikan posisi mamah.
Karena memang ada dua tempat di lipatan hati suamiku.
Untukku, wanita yang akan mendampinginya dan untuk Mamah, wanita yang telah melahirkannya ke dunia.

Dariku,
Putrimu...