Tak hanya perubahan menjadi dewasa, masa kini adalah masa di mana semua manusia dengan mudah berinteraksi dan saling menyapa. Imbasnya adalah, manusia masa kini dan orang Indonesia pada umumnya cenderung menjadi suka berbasa basi dengan menanyakan hal yang sebetulnya bukan urusan mereka.
Mungkin paparan berikut adalah hasil observasi atau empiris saya sendiri, tapi jelas paparan berikut cukup mengganggu.
"Kapan nikah?"
"Eh kok belom hamil-hamil?"
"Kok ga nambah anak?"
…
Sebagai seorang yang hidup melalui pendidikan dasar sekolah, nampaknya semua orang mempelajari konsep bahwa "Mati, jodoh dan rezeki ada di tangan Tuhan..", Lalu, mengapa ketika dibawa ke ranah sosial seakan banyak sekali yang melupakan konsep tersebut?
Mungkin cerita di bawah ini sedikit membuka mata..
Sebut saja J,
dia teman saya dari jaman sekolah, tak banyak yang mengenalnya sebagai sosok yang cenderung tertutup mengenai masalah pribadi karena memang personalitynya yang sungguh ceria melebihi apapun. Sedikit pula yang tau bahwa perpisahan orang tuanya menyisakan trauma mendalam untuk arti kata pernikahan. Lalu, setelah tau semuanya, masih punya keinginan untuk tetap bertanya pada dirinya "Kapan nikah?"
Sebut saja T,
senior saya yang sedang melanjutkan sekolah spesialis. Selain sejawat, sedikit yang bisa mengerti alasannya untuk belum menikah di usia pacarannya yang sudah menyentuh 3 tahun lebih. Ketika semua orang mendoakan, dan mendesak, ia hanya bisa tersenyum bahwa yaa.. sekolah spesialis tahun-tahun pertama hampir tidak mungkin menikah. Lalu, setelah tau faktanya, apa basa basi itu masih jadi hal yang basa basi untuk dirinya?
Sebut saja Y,
usianya 7 tahun di atas saya, lajang. Saya mengenalnya sebagai sosok perempuan baik dan ramah. Ia pernah beberapa kali menjalin cinta dengan beberapa pria dan selalu berakhir miris. Lalu, masih ada yang tega bertanya pada dirinya mengapa ia belom menikah? Sayangnya.. masih.
yang kita tau, mereka belum menikah sehingga kita merasa berhak bertanya mengapa mereka belum menikah..
yang kita tidak tau, mereka sedang memperjuangkan sesuatu.
yang kita lupa, jodoh adalah misteri yang ditulis sendiri oleh Tuhan.
Sebut saja D,
7 tahun menikah, belum dikaruniai anak. Sedikit yang tau bahwa si perempuan sudah beberapa tahun belakangan ini bekerja keras untuk mengumpulkan pundi rupiah agar mioma uteri dalam rahimnya bisa terangkat sempurna. ….. dan masih banyak yang tega bertanya kapan mau memiliki momongan.
Sebut saja H,
1,5 tahun menikah. Setiap bulan menangis karena test pack negatif, padahal dokter menyatakan kedua pasangan dalam keadaan sehat. Masih mau berbasa basi pada dirinya?
yang kita tau, mereka belum dikaruniai anak sehingga kita merasa berhak bertanya mengapa mereka belum memiliki momongan..
yang kita tidak tau, mereka sedang memperjuangkan sesuatu.
yang kita lupa, rezeki berupa anak adalah pemberian Tuhan, jika Tuhan belum berkehendak maka sekuat apapun manusia berusaha, jika memang belum waktunya, ya belum waktunya.
dan lain-lain..
dan lain-lain..
Apa yang bisa disimpulkan? Kita tidak tau kondisi yang sedang dialami lawan bicara kita… hingga kita sampai pada fase tersebut. Banyak orang berdalih bahwa pertanyaan-pertanyaan tersebut ya anggap saja doa.. Tapi banyak pula yang lupa bahwa doa yang paling tulus adalah mendoakan diam-diam.
Era sekarang memang banyak meruntuhkan dinding penyangga antar lawan bicara, berbeda jauh pada masa saya tumbuh dewasa dimana berbicara pada orang yang jauh lebih tua itu sangatlah sungkan dan hati-hati. Idealnya, kondisi ini baik, tetapi bila rasa empati tidak ada, hal ini menjadi sungguh annoying.
Satu hal pasti menjadi dewasa adalah, manusia akan cenderung menyimpan masalah sendiri, manusia akan cenderung menutup emosi mereka depan khalayak. Manusia akan cenderung menampakkan hal yang baik-baik saja. Itulah perubahan, apabila ketika bayi manusia bebas menangis depan umum, semakin tua hal tersebut menjadi tidak mungkin terjadi bukan? Semakin tua, manusia akan semakin menutupi apa yang cenderung membuatnya sedih dan menampakkan kondisi baik-baik saja. Seharusnya ini cukup menjadi bekal untuk berhenti bertanya mengenai takdir Tuhan.
Bukan hanya tentang kesedihan yang tertutupi, menjadi dewasa adalah tentang berbagi hanya dengan yang dirasa perlu. Walaupun itu hal baik. Mungkin tidak sedikit yang menolak untuk bercerita mengenai kabar bahagia lamaran mereka karena dirasa waktunya masih terlalu jauh dari hari pernikahan. Tidak sedikit pula yang menutupi kehamilan mereka karena takut pamali mengabarkan hal yang sebetulnya masih penuh risiko.
tapi semua terikat benang merah,
kita tidak tau apa-apa tentang orang lain.
Banyak cara berbasa-basi, banyak cara mendoakan selain bertanya hal-hal yang saya di atas
karena sungguh, kita tidak tau apa-apa mengenai apa yang ia sedang perjuangkan…
Salam basa basi tanpa harus jadi pertanyaan basi. :)
Copas from all mine..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar