Selasa, 05 Februari 2013

Imaginary Shaga -3-

Malam telah larut. Shane dan Shaga tertidur pulas disampingku.
Aku tak henti-hentinya bersyukur kepada Tuhan atas apa yang aku miliki saat ini.

Masih teringat jelas ketika Shane datang kepadaku, memintaku untuk menunggunya, entah apa yang perlu aku tunggu, ketika itu umur kami masih sekitar 12 tahun.

Dua belas tahun kemudian, saat kami berlibur disebuah pantai di Dubai, Shane memintaku untuk menjadi istrinya.

Tapi aku memintanya untuk berfikir lagi, karena saat itu Shane dan westlife sedang berada diatas angin, aku tidak mau ia ditinggalkan para penggemar yg patah hati karna ia menikahiku.
Tapi shane meyakinkanku.
"Aku tau aku akan mematahkan hati banyak penggemar saat menikahimu, tapi aku akan menyesal jika aku mematahkan hatimu karna tidak kunikahi. Jangan khawatir sayang, jika mereka menyayangiku, mereka akan menyayangimu juga"


Dan 28 Desember 2003 di Ballintubber Abbey kami menikah.
"Now, I come to this lovely lady on my left - my wife.
Gillian, what can I say? We've been going out for six years now and I've loved you for seven, that first year I practically failed my leaving cert.
Not to worry about it, Gillian you look like a true princess today, seeing you coming down that aisle was the most amazing moment of my life and putting that ring on your finger *becomes tearful and pauses*..... I can't describe a love like that, I wasn't going to do this.. but it was something I've always wanted to do - I just love you so much...
Sepenggal Shane's speech di acara pernikahan kami.
Aku menangis haru, begitupun Shane.
Ya. kami memang sempat berpacaran sebelum ia melamarku.
Tapi tidak ada satu orangpun yang tau, hmm mungkin hanya orang-orang terdekat.
Aku memintanya untuk merahasiakan ini dari public. 

Dan kami pergi ke Hawaii untuk berbulan madu.

Beberapa kali aku mengalami keguguran, dan dokter memvonis rahimku tidak cukup kuat untuk menjadi "rumah" bagi janin yang aku kandung.
Putus asa? Tidak. Kami terus berusaha dan berdoa.
Kami yakin Tuhan punya rencana yg lebih indah.

Tahun 2006 aku dinyatakan hamil oleh dokter kandunganku, itu adalah kehamilan keempatku.
Menginjak usia 4 bulan, lagi-lagi aku harus merelakan bayiku pergi sebelum sempat memilikinya.
Saat itu Shane dan Westlife sedang mengadakan tour keliling dunia, dan aku harus mengabarkannya lewat telepon. Kejadian ini membuat Shane begitu terpukul, ia tidak ada disampingku saat aku membutuhkannya.
Tapi aku berusaha setegar mungkin, meyakinkanya bahwa aku dalam keadaan sangat baik. Walaupun sebenarnya keadaanku sangat buruk, terlebih perasaan trauma yang selalu menghantui.

Setelah kejadian itu, Westlife vakum untuk beberapa saat dan Shane mengajakku berlibur.
Ia tidak pernah menyinggung masalah baby diusia pernikahan kami yg hampir 4 tahun.
Shane slalu mengatakan bahwa mungkin Tuhan tengah mempersiapkan malaikat kecil terbaik untuk kami suatu hari nanti. Dan ia sama skali tidak keberatan apabila sampai saat ini kami masih berdua.
Tapi aku sangat yakin, Shane sangat menginginkan hadirnya seorang anak ditengah-tengah keluarga kecil kami. Terlebih Nicky dan Gina baru saja mendapatkan bayi kembar.

Setahun kemudian aku hamil, tapi ketakutanku akan kehilangan calon anak kami sangat besar.
Beberapa kali aku dilarikan kerumah sakit karena mengalami pendarahan, tapi (thanks God) calon bayi kami kali ini sangat kuat. Ia masih bisa bertahan didalam rahimku.
Saat usia kehamilanku masuk bulan ke-8, kami sangat bahagia, berarti tinggal 1 bulan lagi penantian panjang kami akan berakhir.
Kami mulai mencari-cari nama, belanja keperluan baby dan menyiapkan kamar untuk malaikat kecil kami.
Sangat menyenangkan.
Tapi kami salah, sebelum menginjak bulan ke-9, lagi-lagi aku harus dilarikan kerumah sakit dan dokter menditeksi ada kelainan dalam kehamilanku.

Dan inilah ujian paling berat dalam 5 tahun pernikahan kami, terlebih untuk Shane.
Dokter memintanya memilih, antara aku yang diselamatkan atau calon bayi kami.
Tentu saja Shane marah, itu sama sekali bukan pilihan.
Tapi dokter tidak bisa berbuat apa-apa, ia harus mengambil tindakan cepat sebelum terlambat.
Ia datang padaku dan menangis sejadi-jadinya. Selang infus telah dipasang ditanganku, selang oksigen yang akan membantuku bernafaspun telah terpasang dihidungku, juga alat picu jantung yang dapat memantau detak jantungku dan calon bayiku lewat sebuah layar tv kecil.

Aku menggenggam tangannya, ia tertunduk dengan air mata yang terus mengalir.
"Hun, selamatkan bayinya, aku ikhlas" aku berkata dalam sadarku sambil menyentuh pipinya yang basah karena air mata.
Shane menatapku dan menggeleng.

"Kita sudah menunggunya selama 5 tahun, biarkan ia hidup dan mengenalmu"

Tangis Shane semakin pecah, tanganku menggenggam tangannya semakin erat.
"Segera ambil keputusan sayang, apapun yang akan kamu putuskan, aku yakin itu pasti yg terbaik. Aku menginginkan anak ini, begitupula kamu, even aku tidak akan pernah melihat wajahnya. Selamatkan dia sayang, aku mohon"

Shane menatapku sambil mengusap air matanya.
"Aku yakin ini yang terbaik" sahutnya mantap.

Aku memejamkan mataku dan mengangguk.

"I love you, Gill, with all my heart" Shane mencium keningku, mengusap perutku, lalu pergi menemui dokter.

Beberapa jam kemudian, aku terbangun dengan rasa sakit yang luar biasa disekujur tubuhku.
Aku melihat Shane tersenyum didepanku sambil memegang tanganku.
Kenapa aku masih hidup? Apa Shane memilih untuk menyelamatkan aku dibandingkan menyelamatkan anak kami?

"Kenapa kamu memilih menyelamatkan aku?". Aku mulai terisak, rasa sakit disekujur tubuhku terkalahkan oleh rasa sakit kehilangan anak yang seharusnya bisa aku pangku saat itu.
Shane mendekatkan wajahnya ke wajahku dan mencium keningku.
"Kamu wanita yang sangat kuat yang pernah aku temui, sayang" Bisik Shane.
Aku hanya menangis dan memejamkan mataku.
Saat aku membuka mataku, aku melihat Jodi menggendong sesosok bayi mungil.
Ia menghamipiriku dan memberikannya bayi tersebut kepadaku.
"Here's your angel, darl.." seru Jodi sambil tersenyum.
Aku melirik ke arah Shane dan ia tersenyum.
Melihat sekelilingku, sudah banyak orang disana. Keluargaku, keluarga Shane, Nicky, Mark, Kian, Gina, Jodi, dan Rossie.
Air mataku mengalir dan segera menimang malaikat kecilku.
Menciuminya sampai ia terbangun dan menangis.
Tak henti-hentinya aku bersyukur kepada Tuhan untuk semua yang terjadi hingga saat ini.
Hari pertamaku menjadi seorang Ibu sangat luar biasa.

Dialah malaikat kecilku, Shaga Hayden Filan.
Anak paling kuat yang pernah aku temui.

 xxx

Aku mencium lelaki kecil yang berada disampingku, aku menangis.
Terima kasih Tuhan.

"Hun, you still awake? Hey, why are you crying?"
Shane terbangun dan melihatku menangis.
Aku menggeleng dan tersenyum.
"Aku gapapa Sayang, hanya teringat masa lalu kita"
"Yang mana?"
"Semuanya. Aku merasa sangat beruntung"
Aku menatap wajahnya dan tersenyum. Shane pasti tau apa yang aku maksud.
"Ehmm, hun, waktu dokter memintamu memilih menyelamatkanku atau Shaga, kamu memilih siapa?" Tanyaku kepada Shane. Ia membetulkan posisi duduknya dan tersenyum.
"Kamu.." Jawabnya cepat.
Aku merubah posisiku dan duduk didepannya, Shaga ada ditengah-tengah kami.
"Iya, kamu. Aku meminta dokter untuk menyelamatkanmu. Aku sangat mencintaimu, dan tidak siap harus kehilanganmu saat itu. Aku berpikir, akan lebih mudah menjalani sisa hidupku berdua denganmu tanpa anak, dibandingkan menjalaninya hanya dengan anak, tanpa kamu.." Shane menyentuh pipiku dan menatapku.
Aku tersenyum, tak ada kata-kata yang keluar dari mulutku.
"Kamu yang membuatku kuat, Gill. Aku tidak tau bagaimana kehidupaku tanpamu"
Ah. Shane. Rasanya Tuhan begitu baik kepadaku, memberikanku dua malaikat sekaligus.
Aku menggenggam tangannya kuat-kuat dan tersenyum.
"Thanks, hun. I love you, with all my heart". Kataku mengenang kata-kata yang diucapkan Shane sewaktu ia akan meninggalkanku di ruang operasi.
Shane tersadar dan tertawa.

"Kamu perlu istirahat sayang, ayo tidur. Anyway, tadi siang aku menunggumu dan Shaga untuk makan siang, tapi kamu tidak datang". Shane menyentuh hidungku sambil tersenyum.
"Oops.. Sorry hunny, aku rasa aku lupa. Rossie datang saat aku membereskan tikus yang dimainkan Shaga dan kami mengobrol banyak tadi"
 Jawabku sambil tertawa kecil.
"Ah ya, the mice. Dari mana Shaga tau soal tikus?"
"Dia pasti melihatmu menaruh jebakan itu didapur"
"Tapi kenapa ia bisa sebegitu sayangnya dengan hewan kecil itu, hun?"
"Hmm.. Saat Jodi dan Koko datang berkunjung 3 hari yang lalu, ia mengajak Shaga menonton film Mickey Mouse, Kamu tau kan Jodi sangat menggilai Mickey Mouse disamping menggilai Kian? haha" Aku tertawa kecil sambil menutup mulutku karena Shaga mulai merasa kebisingan.
"Moomm.. Daaddd..." Benar saja, Shaga memanggil kami dengan posisi mata yang masih terpejam.
Shane menepuk tanganku dan tertawa kecil.

Ah Aku mencintai keluarga ini.

-cont-

7 komentar:

  1. what a nice family... huwahhhhh *celingak celinguk nyari tissue*

    BalasHapus
    Balasan
    1. Thank you, Shane and Shaga will be happy reading this comment #eh haha

      Hapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  3. tantangan keluarga sangat bervariasi dan berat, asalkan sekeluarga saling mendukung, smua bs dhadapi

    BalasHapus
  4. baru ngeh sama tulisan ini --> "Selang infus telah dipasang di hidung dan tanganku "

    selang yg di hidung mah untuk Oksigen, meghaaa.. infus mah cuma di tangan/kaki ajahh :))

    BalasHapus