Senin, 13 Juli 2015

Ketika begitu merindukan "rumah orang tua".

"If you go anywhere, even paradise, you will miss your home."

Enam bulan yang lalu gw berkemas, memasukan hampir semua pakaian yang ada dilemari.
Tak pernah sesemangat itu.
Gw akan pergi ke Bali. Yeay! Sudah lama gw idam-idamkan perjalanan ini. Terlebih pergi bersama lelaki ini. Berdua. Dan SAH. :)

Lebih dari itu.....
Aku akan meninggalkan rumah.. Selamanya..
Senang? Sedih?
Setiap moment  dalam hidup gw selalu balance. 
Happy-Sad moment always happen in my life.

12 Januari 2015 gw "pamit" untuk melakukan perjalanan bulan madu bersama suami.
Dan..
"Pamit" untuk tidak lagi pulang kerumah...
Mungkin untuk beberapa hari.. Beberapa minggu.. Atau bahkan selamanya. 
Ah. Aku akan kembali Mah, Pah. Pasti.

"Mah, Pah, aku pamit ya.. Abis dari Bali, aku pulang... kerumah Mamas.."
Subuh itu ketika gw masuk ke kamar Mamah dan Papa.
"Iya, hati-hati ya.. Jangan lupa sholat.. Yang akur sama suaminya.."

Ada tangis yang tertahan. Ada sesak yang luar biasa didada. Tapi ada segaris senyum ketika gw melihat beliau juga tersenyum lega. Akhirnya anak sulung mereka sudah menikah dengan pilihannya sendiri. :)

Langkah yang berat kala itu. Sangat berat.
Lebih berat ketika dulu gw harus kembali kekosan padahal mamah lagi sakit.

Gw gak berani liat ke belakang ketika taksi yang akan mengantar kami ke bandara mulai bergerak.
Hanya ada Papah disana, karna gw tau, Mamah sama seperti gw, paling gak bisa nahan nangis.
Gw masih inget waktu Mamah dan Papah nitipin gw dirumahnya Om di Pasar rumput karna gw kuliah didaerah Kuningan.
Mamah dan gw nangis sesegukan waktu mereka pamit pulang. Padahal minggu depannya gw udah balik lagi kerumah. Hihihi.
Semandiri apapun gw keliatannya, gw tetap anak mama yang rumahan.
Gak pernah pergi lama-lama dari rumah, walaupun sering dititipin dimana-mana. (dirumah nenek, pakde, bukde, tante, om, dll maksudnya, hihi)

Mamah dan Papah gak pernah banyak ngomong apa lagi nuntut macem-macem dari gw.
Selama ini, gw selalu diperbolehkan memilih semua yang gw suka, asalkan bertanggung jawab.
Kecuali soal jodoh -_-, ah tapi itu sudah lewat hihihi.

Termasuk soal akan tinggal dimana gw nanti setelah menikah.
Ketika gw bilang akan tinggal bersama Mamas, Mamah dan Papah langsung meng-iya-kan, padahal gw tau mereka sudah menyiapkan segala hal jika gw dan Mamas memutuskan akan tinggal dirumah mereka.
Sampai ada kulkas didepan kamar gw segala. Takut kalo malem haus katanya. :)

Well, semuanya memang harus ada yang dikorbankan kan..
Hari pertama tinggal dirumah Mamas bukan hal yang mudah ternyata. Asing.
Berkali-kali gw meyakinkan diri gw bahwa ini adalah rumah gw, tetap saja gagal. Rumah ini berbeda dengan rumah yang sudah bertahun-tahun gw tempati.


Ada masanya si anak perempuan itu terbangun tengah malam, merasakan rindu amat hebat pada atmosfir bernama "rumah orang tua", mencoba mencari kenyamanan dengan memeluk kekasih yang tertidur nyenyak di sisi, mencari pengganti rumah lama; yang ternyata ada pada elusan tangannya di bahu ketika sang kekasih setengah tertidur; terbangun karena si anak perempuan itu gelisah.

Ada masanya si anak perempuan itu berjalan sendiri, lunglai, mencari dimana tangan yang mulai berkeriput yang biasa ia cium, tangan ibunya. Namun akhirnya ia sadar, tangan itu tak lagi dekat, maka ia mencari tangan kekar yang siap mengangkat tubuhnya ketika si anak perempuan itu terjatuh.. Tangan suaminya, dan kemudian ia kembali merasakan rumah disitu.
Ada masanya pula si anak perempuan secara tak sadar mengemudikan kendaraannya bukan ke rumah barunya, melainkan ke rumah tempat ia tumbuh dewasa lalu seketika tersadar bahwa tujuannya pulang bukan lagi rumah itu. Dan kemudian ia menangis di sepanjang perjalanan, lalu ia melihat suaminya sudah pulang, mengecup ringan keningnya dan si anak perempuan itu sadar, rumahnya yang baru juga tak kalah nyaman. fala

Setiap minggu Mamah selalu SMS:
"Gha, sehat? Mamas sehat? Pulang gak?"
Sebait kalimat tersebut selalu berhasil bikin gw menghela nafas dan akhirnya nangis.
Sejujurnya, gw sangat jarang telfon atau sms mamah dan papah duluan. Bukan berniat jadi anak durhaka yang lupa, tapi gw gak pernah bisa nahan nangis kalo ngobrol dengan mereka.
Entah kenapa.


Hmm..
Tenyata, begini menjadi seorang istri.
Bukan lagi jadi pengikut orang tua, tapi sepenuhnya harus mengikuti seorang lelaki yang berlabel "suami".
Ridhonya akan menjadi peringan langkah gw seterusnya.
  
Mah, Pah, aku akan terus pulang kerumah itu.. bersama suami dan anak-anak kami kelak. Aku sangat merindukan saat-saat kita berdekatan. Seperti ada yang hilang. Aku tak sanggup pergi sebenar-benarnya dari sana.
Puasa pertama aku tahun ini yang tidak lagi bersama Mamah dan Papah, tidak lagi menikmati masakan mamah, tidak lagi rebutan lauk dengan adik-adik, rasanya aneh, Mah, Pah.  
Kangen sekali. 
Terlebih ketika Mamah cerita kalo di buka puasa pertama, mamah bilang sm apapah kalo ada yang kurang, kurang satu, kurang aku..
Kita sama ya Mah, Pah, sama-sama rindu.
Jangan khawatir Mah, Pah, aku baik-baik saja.
Doakan aku selalu menjadi istri sholehah untuk Mamas dan Ibu yang baik untuk anak-anak aku kelak.
Sehat-sehat terus ya mah, pah.. *pelukjauh*.

Yap. Hidup itu adalah tentang perubahan,
hidup adalah tentang loncatan kebahagiaan menuju kebahagiaan lainnya.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar