Rabu, 03 Desember 2014

PMa-Syndrome

Mimpi apa ya semalem sampe ujug-ujug nulis lagi disini dengan topic yang berat begini.
Lah emang topiknya apa? Ya ini.. :D

Kalo bahasa gaulnya sekarang, mungkin saya lelah..
Hihihi.

Apa itu PMe-Syndrome?
Silahkan cari di google, pasti gak ketemu *dikeplak*
Hehehe.

PMa-Syndrome ini memang bahasa yang gw karang sendiri sih, kepanjangan dari Pre-Marriage syndrome. Kalo menurut om google PMa-Syndrome itu sebuah keadaan dan tekanan psikologis yang dialami oleh pasangan yang akan memasuki gerbang pernikahan.
Cieee yang mau nikah hahaha. --"

Is something called "wedding" so complex and demanding?
then I answer "YEEESSSS!!!"
 
 
As a bride-to-be, we may go over all the details over and over again, pore over you wedding dress (lace, tulle, ruffle, applique etc.), favors and so forth. From the planning fatigue, we may also turn irritable, because there seems to be countless things out there. Due to the uncertainty of the future, or simply put too much pressure on ourselves. We just become too obsessive in presenting a perfect wedding, debating with BFFs which wedding dress’s perfect, which makeup or what kind of foundation, with a little bit more or a little bit less touch of shade etc. ever since we got engaged. The list can go on and on.

Awalnya, gw sama sekali gak sadar apa yang gw alami dan rasakan ini adalah syndrome yang dirasakan oleh hampir semua calon pengantin di dunia. Jadi sering murung dan sensitive.
Sekilas masalahnya sepele,  tapi gw rasa kalo dibiarin dan di dramatisir berlebihan dampaknya besar, misalnya tentang biaya-biaya, keputusan yang diambil, ekspektasi kepada pasangan setelah menikah, perubahan yang terjadi setelah menikah, tanggung jawab yang akan diemban.
Dan biasanya yang menjadi sumber stres menjelang hari H adalah perencanaan resepsi pernikahan yang ingin semuanya berjalan sempurna. 
Katanya sih  masalah-masalah kecil itu bisa sampai menggagalkan pernikahannya itu sendiri loh.
Astagfirullah, amit-amit *ketok-ketok meja*
 
Before your glorious day, you may encounter something you’ve never dreamed of, which is call pre-marriage syndrome. There’s nothing to blame about or to be ashamed of, we’re all emotional ordinary people.


Nah, yang terjadi sama gw belakangan ini adalah kadar sensitive dalam diri gw naik 1000%.  Masalah yang gak pernah gw permasalahin jadi masalah (Nah loh!).
Cemburuan gak jelas, gak percayaan, dan masalah-masalah ego yang memang sebelumnya gak pernah gw eksploitasi (halah).
 

Kadang kesentil dikit, emosinya langsung naik. Belum lagi kalo udah cape kerja, suntuk ngurusih printilan yang gak abis-abis, kurang inilah, kurang itulah.
Kadang bikin mual sampe mau muntah, kepala kunang-kunang, dengkul lemes dan jantung berdebar-debar kencang.
Oke maaf gw mulai lebaii, hihi.

Saking "keganggunya" gw sama syndrome ini, gw sampai cari tau apa yang mesti gw lakukan untuk menghilangkan atau paling enggak mengurangi, karna seriusan bikin mood gw gak stabil.
Udah mah gw orangnya moody, ditambah kena syndrome beginian, tambah-tambah aja senggol bacok-nya. Heeuuuu.
Debat-debat kecil sama si calon suami yang berujung saling diem dan gregetan sendiri. Biasanya kita berdua bisa dengan mudahnya kendalikan emosi, tapi ya lagi-lagi karna si PMa-Syndrome ini (mungkin) kita bisa diem-dieman lebih lama dari biasanya, gak bisa sesabar biasanya.
Ya Tuhaaaannn.. T.T

Dari tanya-tanya sama temen yang baru nikah, sampai googling.
Rata-rata sih disuruh relax dan positive thinking. Atau mungkin gw butuh refreshing dan traveling.
(brb beli tiket Jakarta-Dublin-Jakarta) *digetokmamas* :D
 
Oya, ada satu hal yang mesti dihindari dari sekian banyaknya solusi soal PMa-Syndrome ini (dan semoga gak kejadian sama gw) yang gw temuin di google.
 "Jalan-jalan lagi sama mantan, orang-orang masa lalu kita bisa mengobati rasa itu, membandel dikit laah, wah, nggak tahu juga deh tuh..tapi bolee dicoba"
Jangan deh jangaaann.. duuhh....
Yang lalu biarlah berlalu, walaupun menurut gw ingetan soal ex pasti mampir sepersekiandetik di pikiran. Tapi yaudahlah.
Yaudah ah jangan bahas-bahas ex (Lah yang bahas kan gw yak? hihi)
Lebih baik cari escape yang aman lah ya daripada kenapa-kenapa. Sah-sah aja ko' kasih jeda waktu untuk kita "istirahat" dari printilan pernikahan.
Ngumpul sama temen-temen misalnya. Cari "me time" yang bikin kita relax dan "lupa" sejenak sama "beban"nya.
Kaya misalnya gw iya-in si calon suami yang main counter strike dikantor atau nongkrong bareng temen-temennya after office. Yaaa kegiatan-kegiatan seperti itu kali yaa.
Tinggal gw aja nih yang masih nyari escape aman.  Hihihi.
Buat gw sih di perhatiin dan dingertin aja udah bikin tenang ko' *tsaah* *preett* hahaha
 
Baydewey, solusi yang manjur buat gw saat ini adalah, positive thinking, mikir bahwa acara pada hari H akan berjalan dengan lancar karna udah ditangani oleh pihak-pihak yang kopenten dibidangnya. Pikirin hal-hal bahagia setelah menikah, to do list rumah tangga yang pastinya menyenangkan dilakukan bersama-sama.
*SemangatinDiriSendiri*
Yang pasti sih, mesti saling ngertiin. Yang satu lagi panas, yang satunya mesti dingin, gitu juga sebaliknya. Kalo dua-duanya panas ya udah deh, wasalam.
 
It’s common to have sort of pre-marriage syndrome in one way or another, after all, it’s a once-in-your-life event. Just remember whether it’s the planning of your upcoming wedding or the wedding ceremony itself, everything’s for you to enjoy, it’s not burden. So please enjoy everything and be a pretty and happy bride!




Thank you for reading
MeghaFilan

 

Rabu, 12 November 2014

DEPLAM GOES TO SWITZERLAND VAN JAVA

Depok, 4 Januari 2014

Langit mulai gelap, menggeser matahari yang memang sudah tidak menampakan wajahnya sedari siang. Hari ini langit Depok memang mendung dan sesekali rintik hujan turun membasahi trotoar yang berdebu. Tidak seperti biasanya, kantor masih terlihat ramai, semakin ramai dengan adanya beberapa tas besar yang harus di re-packing.

Kericuhan di dalam kantor
Yap. Hari ini kami akan melakukan pendakian ke Gunung Papandayan di Garut Jawa Barat. Ini adalah perjalanan ketiga kami (Afrizal, Fahrizal, Ferdian, Bondan, Firmansyah), setelah sebelumnya Gunung Gede dan Gunung Cikuray berhasil kami daki.

Kami yang menamakan diri Deplam Advanture Crew, berangkat menuju terminal Kp. Rambutan dengan menggunakan angkutan umum. Enam orang laki-laki (Ferdian, Fahrizal, Afrizal, Firmansyah, Ryan, Bondan) dan empat orang wanita (Anita, Yunita, Zahroh, Me) serta sepuluh tas besar berhasil membuat kendaraan yang kami tumpangi penuh sesak ditambah riuh suara kendaraan dan asap kenalpot dari luar.

Crew sesaat sebelum berangkat
Beranjak dari terminal Kp. Rambutan kami melanjutkan perjalanan menggunakan bus ekonomi Ac menuju Garut yang memakan waktu tempuh sekitar lima jam. Sepanjang perjalanan menuju Garut, kami memutuskan untuk tidur untuk memulihkan stamina setelah seharian bekerja.

Waktu menunjukkan pukul 04.30 WIB ketika kami sampai di Tarogong. Ternyata kaki Papandayan belum kami injak. Kami masih harus melakukan perjalanan menggunakan mobil pick up sekitar satu jam perjalanan dengan medan yang cukup sulit ditempuh even dengan mobil sekalipun. Banyak lobang nan terjal dibeberapa ruas jalan. Beberapa kali Crew harus turun karena kendaraan yang kami tumpangi tidak kuat menanjak di jalanan yang rusak.

Semakin mendekati kaki Gunung, udara dingin mulai terasa menusuk sampai tulang. Kami bersiap dengan peralatan yang kami bawa. Jaket tebal, kaos kaki, dan sarung tangan telah siap ditempatnya masing-masing.

Langit masih gelap ketika kami sampai di kaki gunung Papandayan. Hari ini keliatannya bukan hanya kami yang akan melakukan pendakian di Gunung Papandayan yang disebut juga Switzerland van java ini, terlihat beberapa mobil pick up yang sedang menurunkan tas-tas cariel di beberapa sudut kaki gunung. Walaupun tidak seramai saat perayaan tahun baru pastinya.


Sebelum melakukan pendakian, salah satu crew melakukan pendaftaran di pos penjagaan dan membayar sejumlah uang untuk biaya konservasi gunung Papandayan. Jalur pendakian Gunung Papandayan ini cenderung berbatu dan gersang. Sehingga kami memutuskan untuk melakukan pendakian pagi hari ketika udara Garut masih terasa sejuk dan matahari belum terlalu menyengat. Setelah melakukan pendaftaran, sarapan, dan sholat Subuh kami segera berangkat.

Crew saat akan memulai pendakian
Selama pendakian, kami disuguhi pemandangan alam yang sangat luar biasa hingga membuat perjalanan terasa amat ringan. Lembah-lembah hijau berlatarkan gunung yang berdiri dengan kokohnya. Kepulan asap dari kawah belerang menambah indahnya pemandangan walaupun sesekali bau belerang tercium saat angin bertiup hingga membuat hidung dan tenggorokan tersumbat.
 

 

 


Sesekali kami berhenti untuk mengistirahatkan badan


(ki-ka) Afrizal, Riyan, Ferdian, Bondan, Fahrizal dan Firman (bawah)
(ki-ka) Me, Mbak Zahroh, Yunita, Anita
 

Setelah sekitar tiga jam pendakian, akhirnya kami sampai di Bukit Salada. Sebuah hamparan luas menghijau dengan dikelilingi benteng berupa bukit batuan kapur. Disinilah tempat dimana kami akan mendirikan tenda untuk berkemah. Langit masih cerah ketika kami selesai mendirikan tiga buah tenda. Terlihat beberapa tenda telah berdiri disekitaran bukit salada milik para pendaki yang telah sampai terlebih dahulu.
 
Kami tiba di Bukit Salada
 
Well, sebelum meneruskan ceritanya, kayanya agak pegel ya nulis pake bahasa baku kaya gitu, apa lagi setelah sekian lamanya gak nulis di blog ini, hehe.
Btw, tulisan diatas memang bukan untuk dimuat di blog ini, salah satu crew Deplam minta gw untuk bikin review tentang perjalanan kita ke Papandayan untuk dimuat di majalah kantor, tapi apadaya, tulisannya gak jadi di muat karena menurut beliau tulisan ini menggunakan bahasa novel, jadi gak cocok, huhu.
 
Oke, lanjuttt... :D
 
Sampai di Bukit Salada, kami mencari spot terbaik untuk membangun tenda. Beberapa area yang tanahnya landau sudah ditempati oleh beberapa pendaki, dan beberapa area tidak bias dibangun tenda karena tanahnya yang tidak rata. Beberapa menit setelah muter-muter Bukit Salada, akhirnya kami memutuskan untuk membangun tenda di area (seperti) lapangan yang dikelilingi oleh bunga edelwise yang katanya juga disebut bunga abadi.
Sayang, waktu kita disini bunga edelwisenya gak sebagus biasanya, mungkin karena cuaca atau entah apa yang bikin bunganya jadi berwarna coklat seperti layu.
 
Bunga Edelwise
 
Me at the edelwise field
 
Kita yang terdiri dari 10 orang, membawa 3 tenda ukuran sedang. Setelah beristirahat sejenak, para lelaki luar biasa langsung sigap mengeluarkan tenda dan keluarganya untuk segera di eksekusi, gak usah tanya para wanitahnya, kita masih tetep ditempat masing-masing sambil meluruskan kaki, hihi. Maklum, ini adalah pendakian pertama gw, mba Zahroh, Anita dan Yunita. Tapi untuk perjalanan pertama boleehhllaahhh yaaa hehehe.
 
 
 
 
 
 
 

Yeay akhirnya tendanya jadi juga \(^0^)/
 
Setelah tenda berdiri, kita langsung bergegas masuk karena cuaca mulai dingin, padahal waktu itu masih sekitar jam 12 siang. Setelah para lelaki luar biasa yang mendirikan tenda, waktunya para wanita kece masak \(^0^)/ tapi para wanita cukup hanya dengan mengeluarkan bahan makanan dari dalam tas, yang mengolah tetep para lelaki, hihi.
Kayanya para lelaki ini lebih mirip jadi porter-nya para wanita dibandingin dengan anggota rombongan, hehehehehehe.
 
Me and my lad
 
Selamat makaaaannnnn :D
Sore menjelang malam, cuaca di Bukit Salada makin dingin, tapi tidak menyurutkan crew untuk jalan-jalan mengitari Bukit Salada sambil mengambil air minum disumber air untuk minum dan masak. (Iya seriusan minum dari sungai, ini kan di gunung, bukan mall, jadi jangan berharap ada indomaret atau alfamaret disni, ahaii :D)
 
 
 
iya loh kita minum dari situ, ciyuus :D
 
Malam di Bukit Salada sangat panjang dan menakutkan (bagi gw), sesekali terdengar bunyi lolongan yang entah anjing atau serigala (tapi seriusan bukan ganteng-ganteng serigala sih). Yang lebih serem adalah, bunyi angin yang menabrak tenda-tenda. Mungkin lebih tepatnya seperti suara gemuruh. Yang gak pernah denger suara angin, gw sarankan untuk segera pergi ke gunung terdekat. hehe.
Good night, everyone. Sleep tight.
Keesokan harinya, crew bersiap untuk pulang. Kenapa gak sampai puncak? Hmm.. Timingnya kurang tepat. Cuacanya kurang mendukung.
Seperti mottonya Deplam crew Adventure:
"Puncak itu bonus, yang penting selamat"
So, gak pa-pa gak sampai puncak, yang penting kita selamat sampai rumah masing-masing lagi :D
Perjalanan pulang ditemani oleh hujan yang deraaaasss banget, crew langsung bergegas memakai jas hujan. Jangan harap bias neduh di warung indomie atau Mall (please ya ini gunung, stop thinkin bout Mall, haha).


Hujan-hujan tetep eksis :D
One of my fave spot.

Setelah sekitar 4 jam menempuh perjalanan, akhirnya kami sampai di kaki gunung Papandayan. Hawa dingin terasa menesuk sampai ketulang, ditambah baju yang terkena hujan.
Sebelum naik bis menuju ke Depok, kami mampir kesebuat masjid untuk bersih-bersih dan makan di terminal.

Alhamdulillah perjalanan Garut-Depok selamat sentausa :D

Behind the Scene:




 



Setelah perjalanan ke Papandayan ini Deplam crew Adventure yang beranggotakan lelaki-lelaki luar biasa ini melanjutkan perjalanannya ke Gunung Rinjani di Lombok.


(ki-ka) Fahrizal, Ferdian, Afrizal

Summit Attack! Congratulation, Lads!

Semoga perjalanan selanjutkan mereka berkenan mengajak gw lagi yang selalu menyusahkan ini.
Aamiinnn  *berdoakhusukbanget*

Ahhhh... Berat juga  ternyata mulai nulis lagi setelah sekian lamanya gak nulis..
Kaku dan susah menuangkan ide menjadi kalimat T.T
Baiklah, enough for now.
Thank you for reading.

MeghaFilan