Cerita pendek ini adalah cerita pendek pertama yang dibuat secara kolaborasi dengan my @deviaeffendy untuk lomba menulis online di @Nulisbuku, dibuat kurang dari lima hari dan dengan cara "online" juga, hihi.Walaupun belum beruntung untuk jadi pemenang, tapi kita berdua PUAS! Yeay!
Selamat membaca ^^
xxx
Aku menatap hujan dari balik kaca
di salah satu sudut café tempat favorite
ku, dengan segelas caramel late
dihadapanku dan ditemani donat coklat yang begitu manis sampai terasa nyeri di
sela-sela gigiku, perlahan – lahan kuhabiskan caramel late sambil tak henti mataku mengamati sekitar yang cukup
ramai. Aku memang sedang berada di tengah keramaian tetapi alunan musik klasik
yang disajikan oleh pemilik kedai dan suara gemercik hujan membawaku kedalam lamunan
tentang kejadian dua minggu yang lalu ditempat ini. Kejadian yang tidak pernah
bisa aku lupakan. Seakan nafas ku tertarik sangat dalam sulit untuk ku keluarkan. Sesak sekali rasanya.
Seandainya kau ada disampingku
saat ini, menemaniku, menggenggam tangan ku, seperti yang biasa kita lakukan. Aku
merindukan kau, merindukan masa itu, masa dimana kita bersama di satu waktu dan
tempat yang sama, seakan aku ingin membekukan waktu dan tidak ingin berjalan
dimasa sekarang.
Dua minggu yang lalu, ketika aku
duduk berdua dengan seorang lelaki yang masih teramat asing bagiku. “Aku sayang
kamu..” Ucap lelaki yang duduk
disampingku. Ia menatapku penuh kesungguhan. Perkataannya sukses membuat ku
terbangun dari lamunan yang membawa pikiranku melayang. Abiyan, 27 tahun, lelaki
yang sudah lama aku kagumi, seniorku di perusahaan tempat aku bekerja.
“Mas Abi gak salah orang kan?”
Pertanyaan yang pertama kali keluar dari mulutku yang membuatnya tertawa kecil.
“Tidak, Diandra. Aku berbicara
denganmu”. Ia tersenyum sambil menatapku.
“Sayang sama kamu itu berat, Di. Selain kamu
masih milik orang…” Ia menarik nafas panjang.
“Kita beda keyakinan. Walaupun
aku tau Tuhan kita satu.” Lanjut Abiyan.
Aku menengguk hot chocolate dihadapanku, berusaha
menghilangkan rasa gugup yang tiba-tiba menyelimuti.
“Aku gak ingin kita pacaran.
Selain karena kamu masih punya pacar. Hmm..
Banyak hal yang perlu dipertimbangkan.” Ia menengguk kopi didepannya sambil
menatap kosong kedepan.
“Kalau kita jodoh, aku ingin kita
menikah..” Abiyan berbisik sedikit santai
Seorang wanita muda membuyarkan
lamunanku tentang kejadian dua minggu yang lalu. Perbincangan aku dan Abiyan, Ia
membawakanku segelas caramel late.
Ya. Ini gelas kedua yang aku minum.
Seharusnya aku bahagia dengan
kejadian itu. Umurku sudah menginjak seperempat abad dan dorongan dari
keluargaku untuk segera menikah sangatlah besar. Apa yang membuatku bingung?
Aku membetulkan jilbabku, menatap
hujan yang sedari tadi turun. Beginilah caraku melarikan diri dari kepenatan
pekerjaan. Hampir setiap hari aku duduk di café ini, sendiri.
“Aku tau kamu pasti disini” Kata
lelaki kurus tinggi didepanku datang dari arah luar kafe.
“Kamu? Kok disini?” Tanyaku
kepada Kian, kekasihku dengan muka sedikit kaget.
“Aku menghubungimu berkali-kali tapi
tidak ada jawaban” Jawab Kian sambil menarik kursi dan duduk disampingku. Ia
melepaskan mantel yang basah karena hujan. Aku tersenyum simpul.
Tidak lagi ada
rasa bahagia saat ia datang. Apakah ini pertanda aku mulai hilang rasa kepada
nya dan mulai mencintai Abiyan?
“Ada apa kamu mencariku? Tumben”
Tanyaku sambil meneguk caramel late di
depanku.
“Ada apa? Hey. Kita hampir dua minggu tidak bertemu, kamu gak kangen?” Tanya
Kian sambil memegang tanganku. Ia bercerita tentang pekerjaannya, menjelaskan
panjang lebar tentang planning karir
yang ingin ia capai di masa yang akan datang. Tapi ia sama sekali tidak
menjelaskan planning tentang hubungan
kami. Dan ini bukan yang pertama kali.
Aku menarik nafas panjang dan
berusaha melepaskan genggaman tangannya. Kian menatapku sambil tersenyum,
menunggu komentarku.
Aku mengenal Kian saat kami
sama-sama belajar di salah satu perguruan tinggi. Kian yang begitu penyabar
dalam menghadapi tingkah dan mau ku. Kian yang seolah dapat mengendalikan
pikiran dan perasaanku, Seperti tidak ada alasan untuk aku tidak bahagia
bersama Kian, ketampanannya, senyumnya yang manis, serta sikap nya yang lembut,
membuat hampir semua wanita mengagumi nya. Termasuk aku!
Kian, sosok yang sempurna di mata
wanita. Seharusnya aku memang beruntung memilikinya, tapi aku hanya memiliki
perasaannya saja, tidak memiliki waktu dan perhatiaannya. Kian begitu sibuk
dengan pekerjaannya. Aku merindukan
sebuah bahu yang hanya bermuatkan kepalaku untuk bersandar, menenangkanku
ketika kegundahan dan keletihan menyelimuti hari-hariku. Dan semua perhatian
itu aku dapatkan dari lelaki lain yaitu Abiyan.
Senang karena kau hadir disetiap
hariku, kau yang selalu setiap saat mencoba membuat ku tersenyum. Entah ini
berlebihan atau memang adanya, aku selalu bisa tersenyum jika didekatnya. Merasakan
keindahan di setiap kebersamaan yang selalu teringat ketika kita berjauhan,
menimbulkan rindu yang cukup dalam satu sama lain. Ahhh Tuhan!! Perasaan apa
ini namanya? Terlalu bodoh untuk aku mendeskripsikan semuanya Kau yang selalu
membuatku nyaman, bahagia.
Aku mencintainya, dengan segenap
perasaan ku, tanpa batasan apapun. Memulai dengan mengenal dirinya,
kepribadiannya, kebiasaannya, sampai pada akhirnya aku mendapatkan kehangatan
diantara sisi hatiku yang kosong. I’m
just human, Just ordinary woman, aku tidak punya kekuatan cukup besar untuk
terus mempertahankan rasa cinta ini sendirian, aku butuh kau selalu disamping
ku. Menggengam tanganku disaat aku mulai lelah, memeluk tubuhku disaat aku
dihinggapi rasa khawatir, dan dapat saling menguat kan satu sama lain ketika
kita mulai lelah.
Menyatukan dua hati, dua
kepribadian, dua kebiasaan, tidak semudah yang dibayangkan. Kau hadir di masa
ini, dan aku berharap kau akan terus berada di masa-masa ku yang akan datang. Sampai
pada akhirnya masa ku ‘tlah habis. Aku merindukan kau disetiap detik ku,
merindukan wangi rambut mu, genggaman tanganmu, senyumanmu, dan semua yang ada
di kau.
Hanya sang waktu yang dapat
mengambil seluruh rasa ini, aku menyayangi mu dan itu urusanku. Bagaimana
engkau kepadaku itu urusan mu. Tidak perlu jenius untuk mengagumimu, karna kau
adalah ciptaan Tuhan yang Sempurna, bahkan jika semua tempat di bumi ini pun
indah, aku tetap membutuhkanmu. Kau adalah nama dari sebuah perasaan cinta dan
kasih sayang, aku memberikan ini kepadamu karena aku lebih suka berhubugan
dengan mu jika harus mencari kehidupan yang berbasis perasaan, karena dirimu
adalah yang bergabung dengan pikiranku. Dengan ruang kosong yang kusediakan
sejak pagi dan kuperpanjang waktunya hingga malam, sebagai rindu dan menyatukan
semua nya dalam suatu gelombang perasaan dan itu Kau, Abiyan.
Tidak ada yang salah dengan
perasaan ini, perasaan yang saling menyayangi satu sama lain antara aku dan Abiyan,
aku pun tidak berpikir ini suatu pengkhianatan terhadap Kian, karena memang
sebenarnya ia belum membutuhkan pendamping untuk hidupnya, dia masih fokus
untuk mengejar karir dan cita – cita
bukan cintanya. Dan akhirnya aku pun tersadar, bukan hanya ketampanan
dan karir cemerlang yang aku butuhkan dari seorang kekasih, aku butuh Cinta.
Cinta yang aku dapat sepenuhnya
dari seorang Abiyan.
Sampai pada akhirnya aku memilih
untuk mengakhiri semua perasaanku kepada Kian, memang berat, tapi aku butuh
kepastian untuk semua hubungan yang kujalani. Tentu ia kaget, karena sebelumnya
kami memang tidak mengalami masalah serius, terlebih dari pihak Kian. Walaupun
selama dua minggu belakangan ini kami sama sekali tidak berkomunikasi, terlebih
setelah kejadian di kafe bersama Abiyan.
Aku tersenyum dan menatap tajam
mata nya.
“Kian, terimakasih untuk waktu selama kita bersama, terima kasih
sudah mencoba memahamiku, darimu aku belajar banyak hal, bahwa ada sesuatu yang
memang tidak bisa dipaksakan. Bukan aku yang kamu butuhkan, dan bukan kamu yang
aku butuhkan”.
Kian mulai meneguk espresso
didepannya,
“Aku paham maksudmu, aku memang belum bisa memberikan kepastian
tentang hubungan kita. Begitu banyak impian tentang karir dan hidupku, maaf kalau selama ini aku terlampau
egois terhadap impianku itu, dan aku pun akhirnya sadar, benar apa yang kamu
katakan, kita sama – sama saling membutuhkan dengan kebutuhan yang berbeda. Aku
menghargai keinginanmu.” Kian tersenyum.
Ya. Ada hal-hal yang tidak bisa
dipaksakan, sebesar apapun diupayakan. Aku tidak bisa memaksakan perasaanku
untuk tetap tinggal bersama Kian yang masih belum membutuhkanku, sementara ada
Abiyan yang menunggu dan membutuhkanku.
Kian bangkit dari tempat duduknya
lalu mencium keningku.
“Semoga kamu bahagia dengan
pilihanmu, sayang. Terima kasih atas tahun-tahun yang luar biasa”. Kian
tersenyum. Dadaku sesak saat mendengar kata-katanya. Entah apa yang ia rasakan,
kecewa, sedih, sesal, atau bahkan bahagia karena terbebas dari ikatan hubungan
yang selama ini mencekiknya.
Seminggu kemudian.
“Aku tunggu sepulang kantor di
kafe”. Pesan dari Abiyan yang membuatku senyum lebar dan menggerakan kaki ku
untuk cepat –cepat mebereskan meja kantorku yang berantakan sejak dari siang. Kulihat
dari kejauhan sosok Abiyan yang sudah duduk dengan secagkir kopi didepannya,
dan aku pun melambaikan tangan kearahnya.
“Mas Abi sudah lama?” tanyaku
sambil memanggil pelayan kafe untuk memesan.
“Seberapa pun lamanya waktu
menunggumu, itu tak membuatku lelah” Abiyan mengatakan ucapan yang tidak pernah
aku dengar sebelumnya dari siapapun.
“Ada apa mengajakku bertemu sore
– sore begini? Kenapa gak dikantor aja?”
“……..” abi hanya diam.
“Mas Abi? Are you okay?” Tanyaku ragu. Tangan nya mulai menggenggam jemariku
yang mulai dingin karna perasaan gugup.
“Aku mencintaimu Di.. Dengan
segala logika dan rasional ku, mencoba menyelami kehidupan mu, membuatku
menemui dunia lain yang tak pernah ku alami. Dunia dimana logika dan perasaan
yang sebelumnya tidak pernah akur, kini mendamai menjadi suatu atmosfer yang
menyelimuti kehidupanku. Aku butuh Kau untuk menemani pijakan kakiku dimasa
depan, memadukan melodi diantara irama kehidupan dan menuntunku untuk mengajak mu menuju surga
yang sama dengan Tuhan yang sama”
“……”
“Tuhan yang memberikan jalan nya
untuk ku bertemu denganmu, melalui mu aku akan mengenal Tuhan.. kita sama-sama
menemukan, karna mu aku mencintai Tuhan, dan karna Tuhan aku mencintaimu,
biarkan aku menjadi imam untuk masa depanmu”
“Kamu???” Muka ku pucat dan mulai
tidak terkendalikan
“Ya. Aku memutuskan untuk memilih
keyakinan yang sama denganmu, untuk bersama–sama berjalan di satu track yang sama menuju kehidupan yang
Tuhan rancang.”
Aku hanya tersenyum tanpa bisa berkata – kata karna terlampau bahagia. Abiyan
membalas senyumku sambil mengatakan “Bimbing aku untuk masuk dalam keyakinan
itu”
Ia mengambil sesuatu yang ada
didalam saku celana nya, sedikit susah tampaknya kulihat. Dan betapa
terkejutnya ketika yang ia perlihatkan adalah sebuah kotak kecil berwarna
merah, yang berisi sebuah cincin.
“Menikahlah denganku, Diandra.
Aku ingin menjalani Ramadhan pertamaku bersamamu.” Ia menatapku sambil
menyematkan cincin di jari manisku.
“Terima kasih Mas Abi,
terimakasih untuk kesempurnaaan atas impianku”
KAU adalah bahasa Tuhan yang
diajarkan kepadaku tentang keindahan
yang sulit kutemui di bumi ini.