Sabtu, 31 Agustus 2013

#KAU ^



Cerita pendek ini adalah cerita pendek pertama yang dibuat secara kolaborasi dengan my @deviaeffendy untuk lomba menulis online di @Nulisbuku, dibuat kurang dari lima hari dan dengan cara "online" juga, hihi.Walaupun belum beruntung untuk jadi pemenang, tapi kita berdua PUAS! Yeay!

Selamat membaca ^^

 xxx

Aku menatap hujan dari balik kaca di salah satu sudut café tempat favorite ku, dengan segelas caramel late dihadapanku dan ditemani donat coklat yang begitu manis sampai terasa nyeri di sela-sela gigiku, perlahan – lahan kuhabiskan caramel late sambil tak henti mataku mengamati sekitar yang cukup ramai. Aku memang sedang berada di tengah keramaian tetapi alunan musik klasik yang disajikan oleh pemilik kedai dan suara gemercik hujan membawaku kedalam lamunan tentang kejadian dua minggu yang lalu ditempat ini. Kejadian yang tidak pernah bisa aku lupakan. Seakan nafas ku tertarik sangat dalam sulit untuk  ku keluarkan. Sesak sekali rasanya.

Seandainya kau ada disampingku saat ini, menemaniku, menggenggam tangan ku, seperti yang biasa kita lakukan. Aku merindukan kau, merindukan masa itu, masa dimana kita bersama di satu waktu dan tempat yang sama, seakan aku ingin membekukan waktu dan tidak ingin berjalan dimasa sekarang.

Dua minggu yang lalu, ketika aku duduk berdua dengan seorang lelaki yang masih teramat asing bagiku. “Aku sayang kamu..” Ucap lelaki  yang duduk disampingku. Ia menatapku penuh kesungguhan. Perkataannya sukses membuat ku terbangun dari lamunan yang membawa pikiranku melayang. Abiyan, 27 tahun, lelaki yang sudah lama aku kagumi, seniorku di perusahaan tempat aku bekerja.
“Mas Abi gak salah orang kan?” Pertanyaan yang pertama kali keluar dari mulutku yang membuatnya tertawa kecil.
“Tidak, Diandra. Aku berbicara denganmu”. Ia tersenyum sambil menatapku.
 “Sayang sama kamu itu berat, Di. Selain kamu masih milik orang…” Ia menarik nafas panjang.
“Kita beda keyakinan. Walaupun aku tau Tuhan kita satu.” Lanjut Abiyan.
Aku menengguk hot chocolate dihadapanku, berusaha menghilangkan rasa gugup yang tiba-tiba menyelimuti.
“Aku gak ingin kita pacaran. Selain karena kamu masih punya pacar. Hmm.. Banyak hal yang perlu dipertimbangkan.” Ia menengguk kopi didepannya sambil menatap kosong kedepan.
“Kalau kita jodoh, aku ingin kita menikah..” Abiyan berbisik sedikit santai

Seorang wanita muda membuyarkan lamunanku tentang kejadian dua minggu yang lalu. Perbincangan aku dan Abiyan, Ia membawakanku segelas caramel late. Ya. Ini gelas kedua yang aku minum.
Seharusnya aku bahagia dengan kejadian itu. Umurku sudah menginjak seperempat abad dan dorongan dari keluargaku untuk segera menikah sangatlah besar. Apa yang membuatku bingung?
Aku membetulkan jilbabku, menatap hujan yang sedari tadi turun. Beginilah caraku melarikan diri dari kepenatan pekerjaan. Hampir setiap hari aku duduk di café ini, sendiri.

“Aku tau kamu pasti disini” Kata lelaki kurus tinggi didepanku datang dari arah luar kafe.
“Kamu? Kok disini?” Tanyaku kepada Kian, kekasihku dengan muka sedikit kaget.
“Aku menghubungimu berkali-kali tapi tidak ada jawaban” Jawab Kian sambil menarik kursi dan duduk disampingku. Ia melepaskan mantel yang basah karena hujan. Aku tersenyum simpul. 
Tidak lagi ada rasa bahagia saat ia datang. Apakah ini pertanda aku mulai hilang rasa kepada nya dan mulai mencintai Abiyan?

“Ada apa kamu mencariku? Tumben” Tanyaku sambil meneguk caramel late di depanku.
“Ada apa? Hey. Kita hampir dua minggu tidak bertemu, kamu gak kangen?” Tanya Kian sambil memegang tanganku. Ia bercerita tentang pekerjaannya, menjelaskan panjang lebar tentang planning karir yang ingin ia capai di masa yang akan datang. Tapi ia sama sekali tidak menjelaskan planning tentang hubungan kami. Dan ini bukan yang pertama kali.

Aku menarik nafas panjang dan berusaha melepaskan genggaman tangannya. Kian menatapku sambil tersenyum, menunggu komentarku.
Aku mengenal Kian saat kami sama-sama belajar di salah satu perguruan tinggi. Kian yang begitu penyabar dalam menghadapi tingkah dan mau ku. Kian yang seolah dapat mengendalikan pikiran dan perasaanku, Seperti tidak ada alasan untuk aku tidak bahagia bersama Kian, ketampanannya, senyumnya yang manis, serta sikap nya yang lembut, membuat hampir semua wanita mengagumi nya. Termasuk aku!

Kian, sosok yang sempurna di mata wanita. Seharusnya aku memang beruntung memilikinya, tapi aku hanya memiliki perasaannya saja, tidak memiliki waktu dan perhatiaannya. Kian begitu sibuk dengan  pekerjaannya. Aku merindukan sebuah bahu yang hanya bermuatkan kepalaku untuk bersandar, menenangkanku ketika kegundahan dan keletihan menyelimuti hari-hariku. Dan semua perhatian itu aku dapatkan dari lelaki lain yaitu Abiyan.

Senang karena kau hadir disetiap hariku, kau yang selalu setiap saat mencoba membuat ku tersenyum. Entah ini berlebihan atau memang adanya, aku selalu bisa tersenyum jika didekatnya. Merasakan keindahan di setiap kebersamaan yang selalu teringat ketika kita berjauhan, menimbulkan rindu yang cukup dalam satu sama lain. Ahhh Tuhan!! Perasaan apa ini namanya? Terlalu bodoh untuk aku mendeskripsikan semuanya Kau yang selalu membuatku nyaman, bahagia.

Aku mencintainya, dengan segenap perasaan ku, tanpa batasan apapun. Memulai dengan mengenal dirinya, kepribadiannya, kebiasaannya, sampai pada akhirnya aku mendapatkan kehangatan diantara sisi hatiku yang kosong. I’m just human, Just ordinary woman, aku tidak punya kekuatan cukup besar untuk terus mempertahankan rasa cinta ini sendirian, aku butuh kau selalu disamping ku. Menggengam tanganku disaat aku mulai lelah, memeluk tubuhku disaat aku dihinggapi rasa khawatir, dan dapat saling menguat kan satu sama lain ketika kita mulai lelah. 

Menyatukan dua hati, dua kepribadian, dua kebiasaan, tidak semudah yang dibayangkan. Kau hadir di masa ini, dan aku berharap kau akan terus berada di masa-masa ku yang akan datang. Sampai pada akhirnya masa ku ‘tlah habis. Aku merindukan kau disetiap detik ku, merindukan wangi rambut mu, genggaman tanganmu, senyumanmu, dan semua yang ada di kau.

Hanya sang waktu yang dapat mengambil seluruh rasa ini, aku menyayangi mu dan itu urusanku. Bagaimana engkau kepadaku itu urusan mu. Tidak perlu jenius untuk mengagumimu, karna kau adalah ciptaan Tuhan yang Sempurna, bahkan jika semua tempat di bumi ini pun indah, aku tetap membutuhkanmu. Kau adalah nama dari sebuah perasaan cinta dan kasih sayang, aku memberikan ini kepadamu karena aku lebih suka berhubugan dengan mu jika harus mencari kehidupan yang berbasis perasaan, karena dirimu adalah yang bergabung dengan pikiranku. Dengan ruang kosong yang kusediakan sejak pagi dan kuperpanjang waktunya hingga malam, sebagai rindu dan menyatukan semua nya dalam suatu gelombang perasaan dan itu Kau, Abiyan.

Tidak ada yang salah dengan perasaan ini, perasaan yang saling menyayangi satu sama lain antara aku dan Abiyan, aku pun tidak berpikir ini suatu pengkhianatan terhadap Kian, karena memang sebenarnya ia belum membutuhkan pendamping untuk hidupnya, dia masih fokus untuk mengejar karir dan cita – cita  bukan cintanya. Dan akhirnya aku pun tersadar, bukan hanya ketampanan dan karir cemerlang yang aku butuhkan dari seorang kekasih, aku butuh Cinta.

Cinta yang aku dapat sepenuhnya dari seorang Abiyan.

Sampai pada akhirnya aku memilih untuk mengakhiri semua perasaanku kepada Kian, memang berat, tapi aku butuh kepastian untuk semua hubungan yang kujalani. Tentu ia kaget, karena sebelumnya kami memang tidak mengalami masalah serius, terlebih dari pihak Kian. Walaupun selama dua minggu belakangan ini kami sama sekali tidak berkomunikasi, terlebih setelah kejadian di kafe bersama Abiyan.

Aku tersenyum dan menatap tajam mata nya. 
“Kian, terimakasih untuk waktu selama kita bersama, terima kasih sudah mencoba memahamiku, darimu aku belajar banyak hal, bahwa ada sesuatu yang memang tidak bisa dipaksakan. Bukan aku yang kamu butuhkan, dan bukan kamu yang aku butuhkan”.

Kian mulai meneguk espresso didepannya, 
“Aku paham maksudmu, aku memang belum bisa memberikan kepastian tentang hubungan kita. Begitu banyak impian tentang karir dan  hidupku, maaf kalau selama ini aku terlampau egois terhadap impianku itu, dan aku pun akhirnya sadar, benar apa yang kamu katakan, kita sama – sama saling membutuhkan dengan kebutuhan yang berbeda. Aku menghargai keinginanmu.” Kian tersenyum.

Ya. Ada hal-hal yang tidak bisa dipaksakan, sebesar apapun diupayakan. Aku tidak bisa memaksakan perasaanku untuk tetap tinggal bersama Kian yang masih belum membutuhkanku, sementara ada Abiyan yang menunggu dan membutuhkanku.

Kian bangkit dari tempat duduknya lalu mencium keningku.
“Semoga kamu bahagia dengan pilihanmu, sayang. Terima kasih atas tahun-tahun yang luar biasa”. Kian tersenyum. Dadaku sesak saat mendengar kata-katanya. Entah apa yang ia rasakan, kecewa, sedih, sesal, atau bahkan bahagia karena terbebas dari ikatan hubungan yang selama ini mencekiknya.

Seminggu kemudian.

“Aku tunggu sepulang kantor di kafe”. Pesan dari Abiyan yang membuatku senyum lebar dan menggerakan kaki ku untuk cepat –cepat mebereskan meja kantorku yang berantakan sejak dari siang. Kulihat dari kejauhan sosok Abiyan yang sudah duduk dengan secagkir kopi didepannya, dan aku pun melambaikan tangan kearahnya.

“Mas Abi sudah lama?” tanyaku sambil memanggil pelayan kafe untuk memesan.
“Seberapa pun lamanya waktu menunggumu, itu tak membuatku lelah” Abiyan mengatakan ucapan yang tidak pernah aku dengar sebelumnya dari siapapun.
“Ada apa mengajakku bertemu sore – sore begini? Kenapa gak dikantor aja?”
“……..” abi hanya diam.
“Mas Abi? Are you okay?” Tanyaku ragu. Tangan nya mulai menggenggam jemariku yang mulai dingin karna perasaan gugup.
“Aku mencintaimu Di.. Dengan segala logika dan rasional ku, mencoba menyelami kehidupan mu, membuatku menemui dunia lain yang tak pernah ku alami. Dunia dimana logika dan perasaan yang sebelumnya tidak pernah akur, kini mendamai menjadi suatu atmosfer yang menyelimuti kehidupanku. Aku butuh Kau untuk menemani pijakan kakiku dimasa depan, memadukan melodi diantara irama kehidupan dan  menuntunku untuk mengajak mu menuju surga yang sama dengan Tuhan yang sama”
“……”
“Tuhan yang memberikan jalan nya untuk ku bertemu denganmu, melalui mu aku akan mengenal Tuhan.. kita sama-sama menemukan, karna mu aku mencintai Tuhan, dan karna Tuhan aku mencintaimu, biarkan aku menjadi imam untuk masa depanmu”
“Kamu???” Muka ku pucat dan mulai tidak terkendalikan
“Ya. Aku memutuskan untuk memilih keyakinan yang sama denganmu, untuk bersama–sama berjalan di satu track yang sama menuju kehidupan yang Tuhan rancang.”
Aku hanya tersenyum tanpa  bisa berkata – kata karna terlampau bahagia. Abiyan membalas senyumku sambil mengatakan “Bimbing aku untuk masuk dalam keyakinan itu”

Ia mengambil sesuatu yang ada didalam saku celana nya, sedikit susah tampaknya kulihat. Dan betapa terkejutnya ketika yang ia perlihatkan adalah sebuah kotak kecil berwarna merah, yang berisi sebuah cincin.
“Menikahlah denganku, Diandra. Aku ingin menjalani Ramadhan pertamaku bersamamu.” Ia menatapku sambil menyematkan cincin di jari manisku.
“Terima kasih Mas Abi, terimakasih untuk kesempurnaaan atas impianku”

KAU adalah bahasa Tuhan yang diajarkan kepadaku  tentang keindahan yang sulit kutemui di bumi ini.
Dan KAU adalah Abiyan.